I.
PERTUMBUHAN
Kata pertumbuhan dapat diterapkan pada suatu sel,
organ, jaringan, seekor ternak maupun populasi ternak. Pertumbuhan menurut
Williams (1982) adalah perubahan bentuk atau ukuran seekor ternak yang dapat
dinyatakan dengan panjang, volume ataupun massa.
Menurut Swatland (1984) dan Aberle et al.(2001) pertumbuhan dapat dinilai sebagai peningkatan tinggi, panjang,
ukuran lingkar dan bobot yang terjadi pada seekor ternak muda yang sehat serta
diberi pakan, minum dan mendapat tempat berlindung yang layak. Peningkatan
sedikit saja ukuran tubuh akan menyebabkan peningkatan yang proporsional dari
bobot tubuh, karena bobot tubuh merupakan fungsi dari volume. Pertumbuhan
mempunyai dua aspek yaitu: menyangkut peningkatan massa persatuan waktu, dan pertumbuhan yang
meliputi perubahan bentuk dan komposisi sebagai akibat dari pertumbuhan
diferensial komponen-komponen tubuh
Pertumbuhan ternak menunjukkan peningkatan ukuran
linear, bobot, akumulasi jaringan lemak dan retensi nitrogen dan air. Terdapat
tiga hal penting dalam pertumbuhan seekor ternak, yaitu: proses-proses dasar
pertumbuhan sel, diferensiasi sel-sel induk menjadi ektoderm, mesoderm dan
endoderm, dan mekanisme pengendalian pertumbuhan dan diferensiasi. Pertumbuhan
sel meliputi perbanyakan sel, pembesaran sel dan akumulasi substansi
ekstraseluler atau material-material non protoplasma. Pertumbuhan dimulai sejak terjadinya
pembuahan, dan berakhir pada saat dicapainya kedewasaan. Pertumbuhan ternak
dapat dibedakan menjadi pertumbuhan sebelum kelahiran (prenatal) dan pertumbuhan setelah
terjadi kelahiran (postnatal) .
Pertumbuhan prenatal dapat dibagi menjadi tiga periode yaitu periode ovum,
periode embrio dan periode fetus. Pada domba periode ovum dimulai saat ovulasi
sampai terjadinya implantasi, periode embrio dimulai dari implantasi sampai
terbentuknya organ-organ utama seperti otak, kepala, jantung, hati dan saluran
pencernaan, periode fetus berlangsung sejak hari ke-34 masa kebuntingan sampai
terjadinya kelahiran
Pertumbuhan post natal biasanya dibagi menjadi pertumbuhan pra sapih dan
pasca sapih. Pertumbuhan pra sapih sangat tergantung pada jumlah dan mutu susu
yang dihasilkan oleh induknya Pada
domba, pertumbuhan pra sapih dipengaruhi oleh genotip, bobot lahir, produksi susu
induk, litter size, umur induk, jenis kelamin anak dan umur penyapihan.
Pertumbuhan pasca sapih (lepas sapih) sangat ditentukan oleh bangsa, jenis
kelamin, mutu pakan yang diberikan, umur dan bobot sapih serta lingkungan
misalnya suhu udara, kondisi kandang, pengendalian parasit dan penyakit
lainnya.
Pertumbuhan hewan yang diukur dalam berat tubuh
atau berat karkas maupun organ, jaringan atau bagaian tubuh tertentu, bila
diplot pada kertas grafik terhadap umurnya, merupakan suatu kurva berbentuk
sigmoid, dengan persamaan :
Disini Wt Ukuran tubuh pada waktu t, A
adalah ukuran maksimum yang dapat dicapai pada waktu t tak hingga, sedangkan a,
b, dan k adalah suatu kontanta
yang mempunyai arti tertentu dalam pertumbuhan dan e adalah bilangan logaritma alami yang besarnya 2,71828…………
Pertumbuhan terdapat dua fase, yaitu: fase pertama self accelerating phase, dimana kecepatan tumbuh
meningkat, dengan persamaan Wt
= W0ekt , disini
W0 ukuran tubuh pada
saat lahir atau menetas dan k adalah
kecepatan pertumbuhan
Fase kedua self
inhibiting phase dimana
pertambahan ukuran tubuh per unit waktu turun sampai pertambahan ukuran tubuh
tersebut menjadi nol atau mencapai ukuran maksimum, dan dalam keadaan ini ukuran tubuh dewasa telah tercapai dengan persamaan Wt = A - bekt.
Titik antara kedua fase ini disebut titik balik (“inflection point”).
|
Brody (1945) menyatakan bahwa pertumbuhan dapat
diukur dengan tigacara, yakni: (1) laju pertumbuhan kumulatif (cumulative growth rate), (2) laju pertumbuhan relative
(relative growth
rate) dan (3) laju
pertumbuhan absolute (absolute growth rate).
- Pertumbuhan Kumulatif
Kurva laju pertumbuhan kumulatif adalah kurva bobot
badan versus waktu, bentuk urva ini sigmoid. Menurut Tulloh (1978) pertumbuhan
sapi jantan
di bawah kondisi lingkungan yang terkendali dapat digambarkan sebagai kurva
yang berbentuk sigmoid
(Gambar 1).
Kurva pertumbuhan kumulatif diperoleh dengan cara menimbang bobot hidup
ternak sesering mungkin, selanjutnya dibuat kurva dengan aksisnya adalah umur
dan ordinatnya adalah bobot hidup. Di bawah kondisi lingkungan yang terkendali,
bobot ternak muda akan meningkat terus dengan laju pertambahan bobot badan yang
tinggi sampai dicapainya pubertas. Setelah pubertas dicapai bobot badan
meningkat terus dengan laju pertambahan bobot badan yang semakin menurun, dan
akhirnya tidak terjadi peningkatan bobot badan setelah dicapai kedewasaan.
Pertumbuhan selanjutnya adalah pertumbuhan negatif atau tidak terjadi lagi
penambahan bobot badan bahkan terjadi penurunan bobot badan karena ketuaan .
b. Pertumbuhan Absolut
Menurut Brody (1945) adalah pertambahan bobot badan per unit waktu atau
laju pertumbuhan absolut (LPA). Dapat digambarkan dengan rumus :
.Dimana : W1 = bobot badan pada
umur t1 W2 = bobot badan pada umur t2 Kurva ini diperoleh dengan cara
menggambarkan pertambahan bobot badan harian versus umur. Pada saat lahir
sampai pubertas terjadi peningkatan pertambahan bobot badan yang semakin
meningkat. Setelah dicapai pubertas, pertambahan harian menurun sampai dicapai
titik nol setelah dicapainya kedewasaan. Setelah kedewasaan laju pertumbuhannya
menjadi negative..
Gambar 1. Kurva pertumbuhan
sejak lahir sampai ternak mati
Keterangan :
Y = Bobot hidup, Pertambahan
bobot badan harian atau persen laju ertumbuhan
X = Umur C = Pembuahan B =
Kelahiran P = Pubertas
M = Dewasa tubuh D = Mati
c. Pertumbuhan Relatif
Menurut Brody (1945) laju pertumbuhan relatif (LPR)
pada “self
accelerating phase”
didefinisikan sebagai kecepatan tumbuh absolut dibagi dengan setengah jumlah
bobot badan awal dan bobot badan akhir pengamatan. Dalam bentuk rumus adalah
sebagai berikut :
(W2 – W1) / (t2 – t1) (ln W2 – ln W1)
LPR = k =
--------------------------- atau k = ------------------------
½ (W2 + W1) (t 2 – t1)
Persen laju pertumbuhan selalu menurun sepanjang hidup ternak, laju
pertumbuhan tertinggi dicapai saat terjadinya pembuahan. Meskipun laju
pertumbuhannya sama, ternak yang lebih kecil tumbuh tiga kali lebih cepat bila
perbandingan dibuat dalam persen laju pertumbuhan (Tabel 1). Ternak dari bangsa
yang besar kerangka tubuhnya meskipun pertambahan bobot badan hariannya lebih
tinggi tetapi persen laju pertumbuhannya lebih kecil bila dibandingkan dengan
bangsa yang kerangka tubuhnya kecil (Tabel 2). Sebagai gambaran untuk
memperjelas penyataan tersebut disajikan data pertumbuhan sapi bobot 100 dan
300 kg dengan pertambahan bobot badan harian (PBBH) yang sama (1,0 kg).
Tabel 1. Laju pertumbuhan relatif sapi pada bobot potong 100 dan 300 kg
Bobot Potong
|
Laju Pertumbuhan
|
|
PBBH (kg)
|
% Laju Pertumbuhan
|
|
100
|
1,0
|
1,0
|
300
|
1,0
|
0,3
|
Sumber : Tulloh (1978)
Tabel 2. Laju pertumbuhan relatif sapi bangsa A dan bangsa B
Bangsa
|
Bobot Potong
|
Laju Pertumbuhan
|
|
PBBH (kg)
|
% Laju Pertumbuhan
|
||
A
|
200
|
0,5
|
0,25
|
B
|
500
|
1,0
|
0,20
|
Sumber : Tulloh (1978)
d. Pertumbuhan Alometri
Perkembangan tubuh
ternak dapat dipelajari dengan mengukur pertumbuhan relatif komponen-komponen
tubuh dan biasanya dilakukan dengan teknik pemotongan ternak secara beruntun
(Butterfield, 1988). Dengan menggunakan persamaan alometrik Huxley (1932) yaitu
Y = aXb, dapat diketahui
gambaran pertumbuhan organ atau komponen tubuh secara kuantitatif. Transformasi
logaritma persamaan Huxley akan menghasilkan garis lurus untuk setiap komponen
tubuh terhadap bobot tubuh. Bentuk tranformasi logaritmanya adalah :
log Y =
log a + b log X. atau ln Y = ln a + b ln
X
Menurut Natasasmita
(1979) dengan mengetahui besaran nilai
koefisien pertumbuhan relatif (b) dari suatu bagian komponen tubuh (Y) terhadap
bobot tubuh (X) di dalam persamaan Alometrik Huxley, dapat dipelajari fenomena
pertumbuhan komponen bersangkutan. Jika prinsip allometrik Huxley diaplikasikan
secara tepat pada sejumlah individu hewan, kita akan menghasilkan hewan yang
mempunyai komposisi karkas dan bobot yang spesifik selama pertumbuhan (McDonald
et al., 1975). Bila slope atau koefisien
pertumbuhan relatif b=1, maka kedua komponen tubuh tumbuh dengan laju yang
sama. Bila b<1 berarti komponen tubuh (yang diwakili pada sumbu Y) tumbuh
lebih lambat dari bobot tubuh (yang diwakili pada sumbu X), dan bila b>1
menunjukkan komponen tubuh (Y) bertambah sejalan dengan peningkatan bobot tubuh
(X), atau dapat diinterpretasikan bahwa kecepatan pertumbuhan relatif komponen
tubuh (Y) lebih tinggi, bila dibandingkan dengan peningkatan bobot tubuh (X)
Koefisisen ini menunjukkan bahwa waktu perkembangan komponen tubuh (Y) termasuk
masak lambat, sehingga potensi pertumbuhan relatif dari komponen tubuh (Y)
termasuk potensi tinggi.
Penggunaan persamaan ini berdasarkan anggapan
bahwa perubahan relative komponen tubuh selama pertumbuhan lebih tergantung
pada bobot hidup, dibandingkan dengan waktu yang diperlukan untuk mencapai
ukuran tersebut dan pakan (Tulloh.1963). Hal ini berarti bahwa umur fisiologis
(berdasarkan bobot hidup) lebih berpengaruh dari pada umur kronologis
(Natasasmita, 1978). Kemudian untuk mengetahui karakteristik tumbuh kembang
komponen tubuh, Natasasmita (1979) mencoba menginterpretasikan dengan menguji
nilai b terhadap satu dengan formula : (b-1) / Sb. Untuk mencegah penyimpangan
hasil yang didapat dalam analisis ini, dianjurkan agar pemotongan ternak secara
serial, sesuai dengan masa pertumbuhan atau pada selang bobot potong yang tidak
terlalu besar. Tulloh (1963) menganjurkan pemakaian persamaan alometrik Huxley
dalam bentuk linier dengan alasan penggunaan ratio ataupun persentase dari
bagian tubuh terhadap bobot tubuh secara keseluruhan, dapat memperoleh gambaran
tentang perubahan komponen tubuh selama pertumbuhan seekor ternak tidak terlalu
besar. Hasil penelitian Murray dan Slezacek (1976) dan Wood et
al. (1980) pada domba, mendapatkan bahwa persentase tulang karkas
berkurang sesuai dengan pertambahan umur maupun bobot tubuh karena nilai
koefisien pertumbuhan relative (b<1) Pulungan dan Rangkuti (1981) .dan
Herman (1993) meneliti domba jantan didapat bahwa persentase tulang berkurang
dengan meningkatnya bobot karkas. Hasil penelitian Hendri (1986) pada kambing
Kacang dan domba Priangan pada tingkat umur yang berbeda mendapatkan bahwa
pertumbuhan komponen tulang dan jaringan ikat tergolong masak dini, lemak
karkas masak lambat dan jaringan daging tanpa lemak (lean) masak sedang,
sehingga persentase bobot tulang karkas dan jaringan ikatnya berkurang,
persentase bobot lemak meningkat dan persentase daging tanpa lemak (lean)
relatif konstan dengan meningkatnya umur.Herman (1993) dalam penelitian
tumbuh-kembang karkas domba Priangan dan Ekor Gemuk menyatakan bahwa dengan
meningkatnya bobot hidup maka persentase karkas meningkat (b>1). Dengan
meningkatnya bobot karkas, maka persentase otot, tulang dan jaringan pengikat
berkurang (b<1), sedangkan persentase lemak meningkat (b>1). Dengan
meningkatnya lemak karkas pada domba Priangan maka persentase lemak subkutan
konstan (b=1), lemak intermuskuler berkurang (b<1), lemak ginjal dan lemak
pelvis meningkat (b>1), 21
sedangkan pada domba Ekor Gemuk persentase lemak subkutan,
intermuskuler, ginjal dan pelvis konstan (b=1) dengan semakin meningkatnya
lemak karkas. Secara umum persentase otot, tulang dan jaringan pengikat selalu
lebih tinggi, sedangkan persentase lemak selalu lebih rendah pada domba
Priangan dibandingkan dengan domba Ekor Gemuk. Bangsa domba sangat nyata berpengaruh
pada intersep bobot otot, tulang, lemak dan jaringan ikat, sedangkan pada
distribusi lemak menunjukkan koefisien pertumbuhan lemak subkutan,
intermuskuler, lemak abdomen, lemak ginjal dan lemak pelvis tidak nyata
dipengaruhi oleh bangsa domba.Dari segi depot lemak, Herman (1993) menyatakan
bahwa dengan meningkatnya bobot tubuh, maka persentase lemak tubuh domba
Priangan dan Ekor Gemuk semakin meningkat (b>1). Pada domba Priangan
persentase lemak subkutan dan lemak ginjal meningkat (b>1), lemak intermuskuler,
lemak pelvis, lemak rongga thorax berkurang (b<1) dan lemak rongga abdomen
dan lemak ekor konstan (b=1) dengan meningkatnya lemak tubuh. Pada domba Ekor
Gemuk, lemak subkutan dan lemak rongga abdomen meningkat (b>1), lemak
intermuskuler, lemak pelvis, lemak rongga thorax dan lemak ekor berkurang
(b<1) serta lemak ginjal konstan (b=1) dengan meningkatnya lemak tubuh.
Kempster (1980) menyatakan bahwa pada sapi, babi dan domba, lemak subkutan
berkembang lebih cepat dibandingkan dengan lemak intermuskuler.Urutan
pertumbuhan depot lemak relatif terhadap total lemak tubuh adalah (1) lemak
rongga perut, (2) lemak subkutan dan (3) lemak intermuskuler. Menurut Soeparno
(1992) lemak menumpuk diberbagai depot dengan kecepatan yang berbeda dan
mempunyai urutan : (1) lemak mesenterium, (2) lemak ginjal, (3) lemak
intermuskuler, dan (4) lemak subkutan dan yang terakhir tumbuh adalah lemak
diantara ikatan serabut otot yaitu lemak intramuskuler atau marbling.Berdasarkan
laju pertumbuhan maksimumnya, jaringan tubuh mempunyai urutan pertumbuhan
berdasarkan umurnya yaitu (1) jaringan syaraf, (2) tulang, (3) otot dan (4)
lemak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar