Senin, 29 Juli 2013

MENGUKUR PRODUKSI TERNAK




I.                  PERTUMBUHAN
Kata pertumbuhan dapat diterapkan pada suatu sel, organ, jaringan, seekor ternak maupun populasi ternak. Pertumbuhan menurut Williams (1982) adalah perubahan bentuk atau ukuran seekor ternak yang dapat dinyatakan dengan panjang, volume ataupun massa. Menurut Swatland (1984) dan Aberle et al.(2001) pertumbuhan dapat dinilai sebagai peningkatan tinggi, panjang, ukuran lingkar dan bobot yang terjadi pada seekor ternak muda yang sehat serta diberi pakan, minum dan mendapat tempat berlindung yang layak. Peningkatan sedikit saja ukuran tubuh akan menyebabkan peningkatan yang proporsional dari bobot tubuh, karena bobot tubuh merupakan fungsi dari volume. Pertumbuhan mempunyai dua aspek yaitu: menyangkut peningkatan massa persatuan waktu, dan pertumbuhan yang meliputi perubahan bentuk dan komposisi sebagai akibat dari pertumbuhan diferensial komponen-komponen tubuh
Pertumbuhan ternak menunjukkan peningkatan ukuran linear, bobot, akumulasi jaringan lemak dan retensi nitrogen dan air. Terdapat tiga hal penting dalam pertumbuhan seekor ternak, yaitu: proses-proses dasar pertumbuhan sel, diferensiasi sel-sel induk menjadi ektoderm, mesoderm dan endoderm, dan mekanisme pengendalian pertumbuhan dan diferensiasi. Pertumbuhan sel meliputi perbanyakan sel, pembesaran sel dan akumulasi substansi ekstraseluler atau material-material non protoplasma.   Pertumbuhan dimulai sejak terjadinya pembuahan, dan berakhir pada saat dicapainya kedewasaan. Pertumbuhan ternak dapat dibedakan menjadi pertumbuhan sebelum kelahiran (prenatal) dan pertumbuhan setelah terjadi kelahiran (postnatal) .
Pertumbuhan prenatal dapat dibagi menjadi tiga periode yaitu periode ovum, periode embrio dan periode fetus. Pada domba periode ovum dimulai saat ovulasi sampai terjadinya implantasi, periode embrio dimulai dari implantasi sampai terbentuknya organ-organ utama seperti otak, kepala, jantung, hati dan saluran pencernaan, periode fetus berlangsung sejak hari ke-34 masa kebuntingan sampai terjadinya kelahiran
Pertumbuhan post natal biasanya dibagi menjadi pertumbuhan pra sapih dan pasca sapih. Pertumbuhan pra sapih sangat tergantung pada jumlah dan mutu susu yang dihasilkan oleh induknya  Pada domba, pertumbuhan pra sapih dipengaruhi oleh genotip, bobot lahir, produksi susu induk, litter size, umur induk, jenis kelamin anak dan umur penyapihan. Pertumbuhan pasca sapih (lepas sapih) sangat ditentukan oleh bangsa, jenis kelamin, mutu pakan yang diberikan, umur dan bobot sapih serta lingkungan misalnya suhu udara, kondisi kandang, pengendalian parasit dan penyakit lainnya.
Pertumbuhan hewan yang diukur dalam berat tubuh atau berat karkas maupun organ, jaringan atau bagaian tubuh tertentu, bila diplot pada kertas grafik terhadap umurnya, merupakan suatu kurva berbentuk sigmoid, dengan persamaan :
 Disini Wt Ukuran tubuh pada waktu t,  A adalah ukuran maksimum yang dapat dicapai pada waktu t tak hingga, sedangkan a, b, dan k adalah suatu kontanta yang mempunyai arti tertentu dalam pertumbuhan dan e adalah bilangan logaritma alami yang besarnya 2,71828…………
Pertumbuhan terdapat dua fase, yaitu: fase pertama self accelerating phase, dimana kecepatan tumbuh meningkat, dengan persamaan Wt = W0ekt  , disini   W0 ukuran tubuh pada saat lahir atau menetas dan k adalah kecepatan pertumbuhan
Fase kedua self inhibiting phase dimana pertambahan ukuran tubuh per unit waktu turun sampai pertambahan ukuran tubuh tersebut menjadi nol atau mencapai ukuran maksimum,   dan dalam keadaan ini ukuran tubuh  dewasa telah tercapai dengan persamaan Wt = A - bekt. Titik antara kedua fase ini disebut titik balik (“inflection point”).
A
 
Brody (1945) menyatakan bahwa pertumbuhan dapat diukur dengan tigacara, yakni: (1) laju pertumbuhan kumulatif (cumulative growth rate), (2) laju pertumbuhan relative (relative growth rate) dan (3) laju pertumbuhan absolute (absolute growth rate).
  1. Pertumbuhan Kumulatif
Kurva laju pertumbuhan kumulatif adalah kurva bobot badan versus waktu, bentuk urva ini sigmoid. Menurut Tulloh (1978) pertumbuhan sapi jantan
di bawah kondisi lingkungan yang terkendali dapat digambarkan sebagai kurva yang berbentuk sigmoid (Gambar 1).
Kurva pertumbuhan kumulatif diperoleh dengan cara menimbang bobot hidup ternak sesering mungkin, selanjutnya dibuat kurva dengan aksisnya adalah umur dan ordinatnya adalah bobot hidup. Di bawah kondisi lingkungan yang terkendali, bobot ternak muda akan meningkat terus dengan laju pertambahan bobot badan yang tinggi sampai dicapainya pubertas. Setelah pubertas dicapai bobot badan meningkat terus dengan laju pertambahan bobot badan yang semakin menurun, dan akhirnya tidak terjadi peningkatan bobot badan setelah dicapai kedewasaan. Pertumbuhan selanjutnya adalah pertumbuhan negatif atau tidak terjadi lagi penambahan bobot badan bahkan terjadi penurunan bobot badan karena ketuaan .
b. Pertumbuhan Absolut
Menurut Brody (1945) adalah pertambahan bobot badan per unit waktu atau laju pertumbuhan absolut (LPA). Dapat digambarkan dengan rumus :
      .Dimana : W1 = bobot badan pada umur t1 W2 = bobot badan pada umur t2 Kurva ini diperoleh dengan cara menggambarkan pertambahan bobot badan harian versus umur. Pada saat lahir sampai pubertas terjadi peningkatan pertambahan bobot badan yang semakin meningkat. Setelah dicapai pubertas, pertambahan harian menurun sampai dicapai titik nol setelah dicapainya kedewasaan. Setelah kedewasaan laju pertumbuhannya menjadi negative..
Gambar 1. Kurva pertumbuhan sejak lahir sampai ternak mati

Keterangan :
Y = Bobot hidup, Pertambahan bobot badan harian atau persen laju ertumbuhan
X = Umur C = Pembuahan B = Kelahiran P = Pubertas
M = Dewasa tubuh D = Mati

c. Pertumbuhan Relatif
Menurut Brody (1945) laju pertumbuhan relatif (LPR) pada “self accelerating phase” didefinisikan sebagai kecepatan tumbuh absolut dibagi dengan setengah jumlah bobot badan awal dan bobot badan akhir pengamatan. Dalam bentuk rumus adalah sebagai berikut :
                  (W2 – W1) / (t2 – t1)                    (ln W2 – ln W1)
LPR = k = --------------------------- atau k = ------------------------
                     ½ (W2 + W1)                              (t 2 – t1)
Persen laju pertumbuhan selalu menurun sepanjang hidup ternak, laju pertumbuhan tertinggi dicapai saat terjadinya pembuahan. Meskipun laju pertumbuhannya sama, ternak yang lebih kecil tumbuh tiga kali lebih cepat bila perbandingan dibuat dalam persen laju pertumbuhan (Tabel 1). Ternak dari bangsa yang besar kerangka tubuhnya meskipun pertambahan bobot badan hariannya lebih tinggi tetapi persen laju pertumbuhannya lebih kecil bila dibandingkan dengan bangsa yang kerangka tubuhnya kecil (Tabel 2). Sebagai gambaran untuk memperjelas penyataan tersebut disajikan data pertumbuhan sapi bobot 100 dan 300 kg dengan pertambahan bobot badan harian (PBBH) yang sama (1,0 kg).
Tabel 1. Laju pertumbuhan relatif sapi pada bobot potong 100 dan 300 kg
Bobot Potong

Laju Pertumbuhan
PBBH (kg)
% Laju Pertumbuhan
100
1,0
1,0
300
1,0
0,3
Sumber : Tulloh (1978)

Tabel 2. Laju pertumbuhan relatif sapi bangsa A dan bangsa B

Bangsa
Bobot Potong

Laju Pertumbuhan
PBBH (kg)
% Laju Pertumbuhan
A
200
0,5
0,25
B
500
1,0
0,20
Sumber : Tulloh (1978)





d. Pertumbuhan Alometri

Perkembangan tubuh ternak dapat dipelajari dengan mengukur pertumbuhan relatif komponen-komponen tubuh dan biasanya dilakukan dengan teknik pemotongan ternak secara beruntun (Butterfield, 1988). Dengan menggunakan persamaan alometrik Huxley (1932) yaitu Y = aXb, dapat diketahui gambaran pertumbuhan organ atau komponen tubuh secara kuantitatif. Transformasi logaritma persamaan Huxley akan menghasilkan garis lurus untuk setiap komponen tubuh terhadap bobot tubuh. Bentuk tranformasi logaritmanya adalah :
log Y = log a + b log X.  atau ln Y = ln a + b ln X
Menurut Natasasmita (1979) dengan mengetahui  besaran nilai koefisien pertumbuhan relatif (b) dari suatu bagian komponen tubuh (Y) terhadap bobot tubuh (X) di dalam persamaan Alometrik Huxley, dapat dipelajari fenomena pertumbuhan komponen bersangkutan. Jika prinsip allometrik Huxley diaplikasikan secara tepat pada sejumlah individu hewan, kita akan menghasilkan hewan yang mempunyai komposisi karkas dan bobot yang spesifik selama pertumbuhan (McDonald et al., 1975). Bila slope atau koefisien pertumbuhan relatif b=1, maka kedua komponen tubuh tumbuh dengan laju yang sama. Bila b<1 berarti komponen tubuh (yang diwakili pada sumbu Y) tumbuh lebih lambat dari bobot tubuh (yang diwakili pada sumbu X), dan bila b>1 menunjukkan komponen tubuh (Y) bertambah sejalan dengan peningkatan bobot tubuh (X), atau dapat diinterpretasikan bahwa kecepatan pertumbuhan relatif komponen tubuh (Y) lebih tinggi, bila dibandingkan dengan peningkatan bobot tubuh (X) Koefisisen ini menunjukkan bahwa waktu perkembangan komponen tubuh (Y) termasuk masak lambat, sehingga potensi pertumbuhan relatif dari komponen tubuh (Y) termasuk potensi tinggi.
Penggunaan persamaan ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan relative komponen tubuh selama pertumbuhan lebih tergantung pada bobot hidup, dibandingkan dengan waktu yang diperlukan untuk mencapai ukuran tersebut dan pakan (Tulloh.1963). Hal ini berarti bahwa umur fisiologis (berdasarkan bobot hidup) lebih berpengaruh dari pada umur kronologis (Natasasmita, 1978). Kemudian untuk mengetahui karakteristik tumbuh kembang komponen tubuh, Natasasmita (1979) mencoba menginterpretasikan dengan menguji nilai b terhadap satu dengan formula : (b-1) / Sb. Untuk mencegah penyimpangan hasil yang didapat dalam analisis ini, dianjurkan agar pemotongan ternak secara serial, sesuai dengan masa pertumbuhan atau pada selang bobot potong yang tidak terlalu besar. Tulloh (1963) menganjurkan pemakaian persamaan alometrik Huxley dalam bentuk linier dengan alasan penggunaan ratio ataupun persentase dari bagian tubuh terhadap bobot tubuh secara keseluruhan, dapat memperoleh gambaran tentang perubahan komponen tubuh selama pertumbuhan seekor ternak tidak terlalu besar. Hasil penelitian Murray dan Slezacek (1976) dan Wood et al. (1980) pada domba, mendapatkan bahwa persentase tulang karkas berkurang sesuai dengan pertambahan umur maupun bobot tubuh karena nilai koefisien pertumbuhan relative (b<1) Pulungan dan Rangkuti (1981) .dan Herman (1993) meneliti domba jantan didapat bahwa persentase tulang berkurang dengan meningkatnya bobot karkas. Hasil penelitian Hendri (1986) pada kambing Kacang dan domba Priangan pada tingkat umur yang berbeda mendapatkan bahwa pertumbuhan komponen tulang dan jaringan ikat tergolong masak dini, lemak karkas masak lambat dan jaringan daging tanpa lemak (lean) masak sedang, sehingga persentase bobot tulang karkas dan jaringan ikatnya berkurang, persentase bobot lemak meningkat dan persentase daging tanpa lemak (lean) relatif konstan dengan meningkatnya umur.Herman (1993) dalam penelitian tumbuh-kembang karkas domba Priangan dan Ekor Gemuk menyatakan bahwa dengan meningkatnya bobot hidup maka persentase karkas meningkat (b>1). Dengan meningkatnya bobot karkas, maka persentase otot, tulang dan jaringan pengikat berkurang (b<1), sedangkan persentase lemak meningkat (b>1). Dengan meningkatnya lemak karkas pada domba Priangan maka persentase lemak subkutan konstan (b=1), lemak intermuskuler berkurang (b<1), lemak ginjal dan lemak pelvis meningkat (b>1), 21 sedangkan pada domba Ekor Gemuk persentase lemak subkutan, intermuskuler, ginjal dan pelvis konstan (b=1) dengan semakin meningkatnya lemak karkas. Secara umum persentase otot, tulang dan jaringan pengikat selalu lebih tinggi, sedangkan persentase lemak selalu lebih rendah pada domba Priangan dibandingkan dengan domba Ekor Gemuk. Bangsa domba sangat nyata berpengaruh pada intersep bobot otot, tulang, lemak dan jaringan ikat, sedangkan pada distribusi lemak menunjukkan koefisien pertumbuhan lemak subkutan, intermuskuler, lemak abdomen, lemak ginjal dan lemak pelvis tidak nyata dipengaruhi oleh bangsa domba.Dari segi depot lemak, Herman (1993) menyatakan bahwa dengan meningkatnya bobot tubuh, maka persentase lemak tubuh domba Priangan dan Ekor Gemuk semakin meningkat (b>1). Pada domba Priangan persentase lemak subkutan dan lemak ginjal meningkat (b>1), lemak intermuskuler, lemak pelvis, lemak rongga thorax berkurang (b<1) dan lemak rongga abdomen dan lemak ekor konstan (b=1) dengan meningkatnya lemak tubuh. Pada domba Ekor Gemuk, lemak subkutan dan lemak rongga abdomen meningkat (b>1), lemak intermuskuler, lemak pelvis, lemak rongga thorax dan lemak ekor berkurang (b<1) serta lemak ginjal konstan (b=1) dengan meningkatnya lemak tubuh. Kempster (1980) menyatakan bahwa pada sapi, babi dan domba, lemak subkutan berkembang lebih cepat dibandingkan dengan lemak intermuskuler.Urutan pertumbuhan depot lemak relatif terhadap total lemak tubuh adalah (1) lemak rongga perut, (2) lemak subkutan dan (3) lemak intermuskuler. Menurut Soeparno (1992) lemak menumpuk diberbagai depot dengan kecepatan yang berbeda dan mempunyai urutan : (1) lemak mesenterium, (2) lemak ginjal, (3) lemak intermuskuler, dan (4) lemak subkutan dan yang terakhir tumbuh adalah lemak diantara ikatan serabut otot yaitu lemak intramuskuler atau marbling.Berdasarkan laju pertumbuhan maksimumnya, jaringan tubuh mempunyai urutan pertumbuhan berdasarkan umurnya yaitu (1) jaringan syaraf, (2) tulang, (3) otot dan (4) lemak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar